15 Mei 2016

Bukek Siansu Jilid 25

advertisement
Bukek Siansu Jilid 25 - Sementara itu, Siangkoan Hui merasa malu sekali. Dia sudah mengenal baik watak ayahnya yang kasar dan jujur. Tentu kalau dia ikut masuk ke dalam rumah menemui pemuda itu, ayahnya akan bicara yang bukan-bukan tanpa tedeng aling-aling lagi! Dia merasa malu dan.... girang bukan main. Tak dapat ia menipu hatinya sendiri. Dia memang telah jatuh cinta kepada pemuda itu! Pemuda yang amat luar biasa, bukan hanya tampan dan gagah, namun memiliki watak yang amat hebat. Belum pernah dia bertemu dengan pemuda segagah itu, begitu halus, begitu budiman, begitu tabah dan mengalah, akan tetapi juga amat lihai sehingga seratus kali rangketan itu tidak membekas sama sekali di kulit tubuhnya yang putih halus dan padat membayangkan tenaga yang luar biasa! Dia sudah jatuh cinta! dan ayahnya sudah mengetahui akan hal ini. Tentu ayahnya akan bicara terang-terangan kepada pemuda itu. Akan tetapi, bagaimana dengan tunangannya? Teringat akan ini, tiba-tiba Siangkoan Hui menjadi lemas. Dia duduk bersandar pohon dan termenung, menanggalkan sabuk sutera merah yang melibat pinggangnya. Kiranya sabuk itu hanya sabuk tambahan dan dapat dipergunakan sebagai saputangan, karena di pinggang itu telah terdapat sabuk lain yang berwarna kuning. Sambil menggigit-gigit ujung sabuk sutera merah, Siangkoan Hui termenung, mukanya sebentar pucat sebentar merah tanda bahwa hatinya kacau tidak karuan oleh jalan pikirannya.
Dara ini sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi ada bayangan yang mengikutinya, bayangan seorang gadis lain yang memandangnya dengan sinar mata berapi-api penuh kemarahan! Gadis ini bukan lain adalah Han Swat Hong! Tadinya Swat Hong mengintai dan hampir saja dia melompat keluar untuk menolog suhengnya. Akan tetapi kemunculan Siangkoan Hui yang melarang ayahnya menggunakan tanduk rusa memukul Sin Liong membuat dia membatalkan niatnya menolong Sin Liong. Apalagi melihat betapa usaha pertolongan dara cantik puteri kakek berangasan itu berhasil! Hatinya terasa panas sekali, seperti dibakar dan serta merta dia merasa benci kepada Siangkoan Hui! Kebencian yang membuat dia diam-diam mengikuti dara itu dengan niat untuk membunuhnya! Swat Hong sendiri tidak mengerti mengapa dia selalu marah dan tidak senang kalau melihat ada gadis memperlihatkan sikap baik dan mencinta kepada Sin Liong. Dia sendiri tidak tahu bahwa hatinya diamuk cemburu!

Melihat Siangkoan Hui yang dibayanginya itu duduk seorang diri di tempat sunyi itu, menggigit ujung sabuk merah dengan wajah sebentar pucat sebentar merah, melamun dan kadang-kadang tersenyum manis, Swat Hong merasa perutnya seperti dibakar!

"Perempuan tak tahu malu!" Bentaknya dan dia sudah melompat keluar, mencabut pedangnya dan menyilangkan pedang itu di tangan kanan dan sarung pedang di tangan kiri, memasang kuda-kuda dan membentak, "Bersiaplah untuk mampus di tangan Nonamu!"

Siangkoan Hui adalah seorang gadis yang sejak kecil digembleng ilmu silat tinggi oleh ayahnya, maka begitu melihat bayangan berkelebat tadi, dia sudah meloncat bangun. Kini, melihat bahwa yang muncul dan datang-datang memakinya itu adalah seorang gadis cantik yang tidak dikenalnya, dia melongo.

"Eh-eh, apakah kau ini orang gila?"

Tentu saja pertanyaan ini membuat Swat Hong menjadi makin marah. Kedua pipinya merah seperti udang direbus dan sepasang matanya yang jeli itu mengeluarkan sinar berapi-api. Sukar dikatakan siapa di antara kedua orang dara itu yang lebih menarik. Keduanya sama muda, sama cantik jelita dan pada saat itu sama marahnya!

"Kau.... kau.... perempuan rendah! Perempuan macam engkau berani jatuh cinta kepada Suhengku!" Swat Hong memaki.

Siangkoan Hui terkejut sekali, akan tetapi perutnya juga sudah panas dibakar kemarahan mendengar dirinya dimaki-maki orang. "Apa? Kau ini mengaku Sumoinya? Sungguh tidak patut! Seekor naga mana mempunyai sumoi seekor cacing?"

Dapat dibayangkan betapa marahnya hati yang keras seorang dara seperti Swat Hong mendengar ini. Ingin dia mencaci maki habis-habisan, ingin dia menjerit-jerit, akan tetapi karena dia tak pandai cekcok dengan suara, dia hanya mengeluarkan suara melengking nyaring dan pedangnya sudah menerjang ke arah dada Siangkoan Hui!

"Singgg... Wuuuuttt......!"

Siangkoan Hui juga mengeluarkan pekik kemarahan, tubuhnya tiba-tiba mencelat ke atas dan dari atas sabuk sutera merahnya yang ternyata adalah senjatanya yang ampuh itu menyambar ke bawah dengan serangan balasannya yang tidak kalah berbahaya.

“Plakkkk!!" Sarung pedang di tangan kiri Swat Hong berhasil menangkis serangan itu dan dia terkejut juga menyaksikan kelincahan lawan. Tahulah Swat Hong bahwa lawannya tak boleh dipandang ringan dan memiliki ginkang yang amat hebat, maka dia memutar pedangnya dengan kecepatan kilat.

Repotlah Siangkoan Hui menghadapi permainan pedang lawannya yang amat luar biasa itu. Sebetulnya tingkat kepandaian Siangkoan Hui sudah tinggi, dan pada jaman itu, sukarlah dicari tandingannya. Sebagai puteri tunggal, Tee-tok telah menurunkan semua ilmu simpanannya dan selain memiliki senjata istimewa berupa sabuk sutera, juga dara ini adalah seorang ahli racun seperti ayahnya. Ayahnya adalah seorang tokoh yang berjuluk Racun Bumi, tentu saja dia mempelajari pula penggunaan racun-racun yang ampuh.

Setelah mendapat kenyataan betapa permainan pedang lawannya benar-benar amat lihai dan berbahaya, tiba-tiba Siangkoan Hui membentak dan dari tangan kirinya menyambar sinar-sinar merah. Swat Hong mengeluarkan suara mendengus dari hidung dan mengejek, sinar pedangnya berkelebatan dan bergulung-gulung sehingga jarum-jarum merah yang dilepas Siangkoan Hui secara lihai itu semua dapat dipukul runtuh.

"Haiiittt....!!" Swat Hong meluncur ke depan, didahului sinar pedangnya, pedang itu menusuk lalu disambung membabat ke kanan kiri, sedangkan sarung pedangnya masih bergerak menghantam dari atas. Seolah-olah semua jalan keluar tertutup dan tidak memungkinkan lawan untuk mengelak lagi!

"Hiaaaaahhhh!!" Siangkoan Hui memekik nyaring, sabuknya berubah menjadi sebatang benda keras yang diputar-putar, melindungi tubuhnya. Pada saat pedang tertangkis, tiba-tiba dari ujung sabuk merah itu menyambar dua batang paku merah yang meluncur tanpa tersangka-sangka dan dengan cepat sekali ke arah tenggorokan Swat Hong!

"Aihhh....!!" Swat Hong menjerit dan tidak ada jalan lain baginya kecuali membuka mulutnya yang kecil dan "menangkap" dua batang paku merah itu dengan gigitan giginya yang kecil-kecil dan putih berderet rapi itu!

Siangkoan Hui terkejut dan kagum bukan main dan pada saat itu, Swat Hong telah meniupkan dua batang paku ke arah tubuh lawan. Tentu saja Siangkoan Hui dapat mengelakkan senjata rahasianya sendiri ini dengan mudah. Akan tetapi kini Swat Hong sudah marah sekali dan pedangnya bergerak untuk membunuh! Jurus-jurus terhebat dari Pulau Es dimainkannya dan tentu saja Siangkoan Hui terdesak hebat dan ujung sabuknya sudah robek dicium ujung pedangnya!

"Sumoi, jangan....!!!" Tiba-tiba terdengar seruan dan Sin Liong melompat memasuki lapangan pertandingan, menolak lengan sumoinya dengan tangan kiri. "Sumoi....! Sukur kita dapat saling bertemu di sini....!" Sin Liong berseru girang bukan main.

Akan tetapi, perut Swat Hong terasa panas saking mendongkolnya, tadi dia sudah berhasil mendesak lawan dan belasan jurus lagi saja dia tentu akan menang. Siapa Tahu, suhengnya muncul dan lawannya itu dapat meloncat keluar dan kini berdiri di belakang kakek yang menjadi ayahnya!

"Aku harus membunuhnya!" bentaknya dan dia hendak melompat ke arah Siangkoan Hui.

"Sumoi, jangan serang orang!"

"Kalau begitu, serang kau saja!" Dan gadis itu lalu menyerang Sin Liong kalang kabut dengan pedangnya!

"Eh-eh....! Ohhh....! Sumoi...., mengapa kau marah-marah?" Sin Liong terpaksa berlompatan ke sana-sini mengelak karena sambaran pedang di tangan sumoinya itu bukan main-main!

"Kenapa kau membelanya? Kenapa?" Swat Hong berkata perlahan dan menyerang terus tanpa mempedulikan seruan suhengnya.

Pada saat itu tampak dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri Kwee Lun dan Soan Cu. Bagaimana dua orang muda ini dapat datang bersama?

Telah kita ketahui bahwa Soan Cu disuruh pergi oleh Sin Liong, dan karena gadis ini amat taat kepada Sin Liong, dengan hati berat dia meninggalkan puncak itu hendak turun ke dusun kembali. Dan telah diceritakan pula di bagian depan betapa Kwee Lun melakukan penyelidikan bersama Swat Hong dan mereka berpencar. Kwee Lun mengambil jalan dari kiri. Kebetulan sekali ketika pemuda ini sedang berindap-indap melakukan penyelidikan, dia melihat seorang gadis cantik berjalan seorang diri keluar dari pagar. Tentu saja dia mengira bahwa gadis itu adalah seorang musuh. Timbul dalam pikirannya untuk menangkap gadis ini dan memaksanya mengaku apa yang telah terjadi di sebelah dalam. Hal ini akan lebih memudahkan penyelidikannya, daripada menyelidiki dari luar tak berketentuan. Dengan pikiran ini, Kwe Lun tiba-tiba meloncat keluar dari tempat sembunyinya dan langsung dia menubruk dan memeluk Soan Cu!

Dapat dibayangkan betapa marahnya dara ini. Ketika tiba-tiba ada seorang laki-laki keluar dari semak-semak dan dengan gerakan secepat kilat menyergap dan memeluknya, tentu saja dia mengira bahwa ini tentulah anak buah Tee-tok yang hendak menangkapnya atau hendak berkurang ajar.

"Setan keparat jahanam terkutuk !!" bentaknya dan dia mengerahkan tenaganya, meronta dan menggerakan kaki tangannya, menyepak dan menampar.

"Plak-plak-plak.....! Wah-wah..... galak benar!" Kwee Lun kewalahan dan terpaksa melepaskan rangkulannya karena tulang kering kakinya kena ditendang, pipinya dicakar dan dagunya ditampar!

Kini mereka berhadapan dan saling pandang. Keduanya kelihatan tertegun karena sama-sama tidak menyangka. Kwee Lun sama sekali tidak menyangka bahwa yang ditangkapnya tadi, dipeluknya karena disangkanya seorang pelayan wanita, kiranya adalah seorang dara remaja yang cantik jelita! Sedangkan Soan Cu yang terkejut melihat seorang pemuda yang begitu tampan gagah perkasa. Sejenak keduanya saling pandang, kemudia timbul kegalakan Soan Cu yang menjadi marah. Dia memang sudah mendongkol disuruh pergi oleh Sin Liong, hatinya gelisah memikirkan Sin Liong biarpun dia yakin pemuda itu akan mampu menjaga dirinya. Kini ada orang yang betapa gagahnyapun telah berlaku kurang ajar.

"Setan alas! Siapa kau? Tentu kaki tangan Tee-tok, ya? Hendak menangkap aku? Keparat jahanam! Engkau sudah bosan hidup!"

"Tar-tar-tar....!!" Cambuk buntut ikan hiu itu sudah meledak-ledak di atas kepala Kwee Lun. Soan Cu mengira bahwa sekali serang saja kepala pemuda gagah itu tentu akan pecah. Seberapa hebat sih kepandaian anak buah Tee-tok? Akan tetapi betapa herannya ketika dia melihat pemuda tinggi besar itu dapat mengelak dengan amat cepatnya, bahkan telapak tangan pemuda itu berhasil menepuk lengannya yang memegang cambuk.

"Plakkk!" Pemuda itu terheran. Tamparannya tidak membuat cambuk itu terlepas! "Aihhh..... nanti dulu, jangan menyerang begitu. Aku bukan anak buah Tee-tok atau racun manapun juga!"

Namun Soan Cu sudah merasa penasaran sekali. Kembali dia menyerang dan kini cambuknya berubah menjadi segulung sinar hitam yang menyambar-nyambar dibarengi suara meledak-ledak. Akan tetapi, Kwee Lun tetap dapat mengelak dan meloncat ke sana-sini, bahkan kadang-kadang dia berani menangkis cambuk itu dengan telapak tangannya! Hal ini tentu saja mengagumkan hati Soan Cu. Dan tidak tahu bahwa pemuda itu menggunakan ilmu Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) yang mengandung sinkang tingkat tinggi yang membuat telapak tangannya menjadi lemas seperti kapas dan karenanya tidak terluka oleh benda keras!

"Nona cantik tapi galak seperti kucing lapar!" Kwee Lun balas memaki ketika melihat nona itu menyerang terus sambil memaki-maki. "Berhentilah dulu dan kita bicara!"

"Iblis raksasa, kau yang kelaparan!" Soan Cu membentak makin marah dan kini dia sudah mencabut pedangnya, pedang Coa-kut-kiam! Dengan kedua senjatanya ini, dia menyerang kalang kabut!

"Wah, runyam! Perempuan galak dan ganas!" Kwee Lun terancam bahaya maut dan dia pun terpaksa lalu mencabut pedangnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya memegang kipas gagang perak.

"Tringgggg.... Cringggg-trangggg......!" Bunga api berpijar dan keduanya terdorong kebelakang oleh pertemuan senjata yang hebat itu tadi. Kipas bertemu dengam cambuk dan pedang bertemu dengan pedang. Masing-masing menjadi terkejut dan terheran. Tenaga sinkang mereka seimbang!

"Bagus! Mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Soan Cu sudah menerjang lagi.

"Trangggg....! Trangggg....!!" Kembali Kwee Lun menangkis sekuatnya dan mereka terdorong mudur.

"Sombongnya! Manusia mana kuat bertanding sampai selaksa jurus? Makan waktu berapa bulan? Tunggu dulu, mengapa kau marah-marah kepadaku seperti orang kebakaran jenggot?"

"Ngaco! Jenggotmu yang kebakaran!"

"Eh, ohhh! Kau bikin aku bingung! Benar, kau tidak berjenggot. Eh, kenapa kau marah-marah begini? Dan kau lihai bukan main! Senjatamu mengerikan!"

Cerewet!" Soan Cu sudah hendak menerjang lagi, sekarang terdorong oleh rasa penasaran bahwa dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini.

"Nanti dulu! Kita bicara dulu, baru kita bertanding selaksa.... eh, seratus jurus saja! Aku salah menduga, kukira kau tadi seorang pelayan di sini!"

"Menghina kamu ya? Orang macam aku ini pelayan? Kalau kau baru pantaslah menjadi jongos! Atau jagal babi!"

"Maafkanlah. Aku tadi melihat dari jauh. Aku sedang menyelidiki..... wah, celaka! Kau tentu puteri Tee-tok!" Kwee Lun terkejut dan menyesali kebodohannya. Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu? Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok yang begini lihai?

"Aku bukan anak racun bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!"

"Wah, benarkah? Kalau begitu kita cocok! Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku mendengar ada biruang diadu dengan harimau, pemilik biruang itu adalah sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!"

Soan Cu menjadi bingung. "bicaramu seperti orang sinting!'

"Memang betul, sahabatnya, eh, malah suhengnya sahabatku. Kau siapa?"

"Aku baru saja meninggalkan pemilik biruang itu yang menjadi sahabat baikku." Dengan singkat Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong mengalah dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman!

"Wah, kenapa kau sudah begini besar masih begini tolol?"

"Siapa? Siapa tolol?" Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah menggetar ditangannya.

"Siapa lagi kalau bukan engkau? Mengapa kau meninggalkan sahabatmu itu menghadapi hukuman? Kau tidak tahu siapa itu Tee-tok Siangkoan Houw? Dari julukannya saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejamnya bukan main. Sahabatmu itu, suheng sahabatku, pemilik biruang, tentu akan dibunuhnya!"

"Apa....?" Wajah Soan Cu menjadi pucat sekali. "Celaka....!"

"Hayo cepat kita kesana, barangkali belum terlambat!"

Demikianlah, kedua orang itu seperti berlomba lari saja, bersicepat lari kembali ke puncak. Dan mereka tiba di tempat yang tepat di mana mereka melihat Swat Hong sedang menyerang kalang kabut kepada Sin Liong yang mengelak ke sana-sini.

Ketika Kwee Lun melihat sahabatnya itu menerjang seorang pemuda dengan mati-matian dan mendapat kenyataan betapa pemuda itu lihai bukan main, biarpun bertangan kosong namun pedang di tangan Swat Hong sama sekali tidak pernah menyentuhnya, dia sudah menggerakan pedang dan kipasnya, meloncat maju sambil membentak, "Berani kau menghina Hong-moi?"

"Trangg-cringgg....!!" Kwee Lun terdorong ke belakang dan matanya terbelalak melihat bahwa yang menangkisnya adalah sepasang senjata di tangan..... Soan Cu yang mendelik dan memaki,

"Kerbau tolol! Berani kau mencampuri urusan Liong-koko?" Setelah berkata demikian, Soan Cu menyerang kalang kabut dan kembali mereka saling serang dengan serunya!

Melihat ini, otomatis Swat Hong menghentikan serangannya dan Sin Liong juga sudah meloncat ke belakang lalu berkata, "Jangan bertempur! Soan Cu, mundurlah....!"

"Liong-ko, biarkan aku bertemput dengan gajah ini sampai selaksa....... eh, seratus jurus!"

"Kwee-koko, mundur! Orang sendiri......!"

"Hehhhh....? Orang sendiri....? Dia ini...." Kwee Lun terkejut dan terheran-heran, sebentar memandang kepada Sin Liong, lalu kepada Soan Cu.

"Kwee-koko, inilah suhengku yang kucari-cari." Swat Hong memperkenalkan .

"Eh.... akan tetapi, mengapa kau menyerangnya.....??"

Sin Liong cepat berkata, "Saudara yang gagah, Sumoiku ini memang kalau lama tidak bertemu lalu ingin mengajakku berlatih."

Mendengar ini, merah wajah Swat Hong. Setelah ketahuan oleh semua orang betapa dia marah-marah dan menyerang suhengnya sendiri, baru dia teringat dan menjadi malu. Sementara itu, dapat dibayangkan betapa kaget dan sedihnya hati Siangkoan Hui ketika itu. Kiranya dara cantik yang amat lihai ini adalah Sumoi dari Kwa Sin Liong dan melihat sikapnya, dia dapat menduga bahwa dara yang galak ini cemburu kepadanya. Maka dia sudah melangkah maju dan menjura sambil berkata, "Ah, harap maafkan. Kiranya Cici adalah sumoi dari Kwa-taihiap...."

"Hemmmm.... sudahlan!" Swat Hong berkata malu, kemudian memperkenalkan kepada suhengnya, "Suheng, dia ini adalah Saudara Kwee Lun, murid dari Lam Hai Sengjin."

"Ha-ha-ha! Kiranya murid majikan Pulau Kura-kura? Selamat datang! Dan Nona adalah Sumoi dari Kwa-taihiap? Aihhh..... sungguh hari ini kami kedatangan banyak tokoh besar!" Kemudian berkata kepada Soan Cu yang masih cemberut. "Baik sekali Nona sudah datang kembali. Mari.... mari orang-orang muda yang gagah perkasa, marilah kita duduk dan bicara di dalam." Tee-tok Siangkoan Houw lalu mempersilahkan mereka semua memasuki gedungnya dan dia menjamu mereka dengan hidangan mewah, dibantu oleh puterinya, Siangkoan Hui yang merasa kagum sekali kepada Swat Hong, akan tetapi juga merasa iri hati dan berduka.

Tidaklah demikian dengan perasaan Soan Cu. Memang tak dapat disangkal lagi bahwa gadis Pulau Neraka ini amat tertarik kepada Sin Liong yang dianggapnya sebagai seorang pemuda yang luar biasa dan amat mengagumkan hatinya. Akan tetapi, selama dalam perjalanan ini Sin Liong jelas memperlihatkan sikap bahwa pemuda itu sama sekali tidak tertarik kepadanya, juga bahwa sikap baiknya itu lebih mendekati sikap baik seorang kakak terhadap adiknya, pula, melihat bahwa sesungguhnya Swat Hong, sumoi pemuda itu, juga mencintai suhengnya, Soan Cu maklum bahwa tidaklah mungkin dia membiarkan cintanya terhadap Sin Liong berlarut-larut. Pertemuannya dengan Kwee Lun telah mengubah seluruh perasaan hatinya. Pemuda raksasa ini amat hebat, amat menarik dan jelas lebih cocok dengan dia! Kwee Lun merupakan seorang pemuda yang jujur, terus terang, gagah perkasa dan biarpun baru sekali bertemu saja, mereka telah saling serang sampai dua kali! Oleh karena itu, ketika mereka semua makan bersama mengelilingi meja besar, perhatian Soan Cu lebih banyak tertuju kepada pemuda perkasa itu.

Setelah mereka makan minum, berkatalah Tee-tok Siangkoan Houw, suaranya sungguh-sungguh dan kata-katanya ditujukan kepada Sin Liong dan Swat Hong, "Saya tidak tahu dengan jelas apakah Ji-wi mempunyai hubungan dengan Pulau Es, akan tetapi mengingat bahwa Kwa-taihiap adalah murid dari Pangeran Han Ti Ong dari Pulau Es, maka agaknya apa yang hendak saya bicarakan ini akan menarik perhatian Ji-wi. Dan sesungguhnya saya, atas nama para orang gagah di dunia kang-ouw, saya amat mengharapkan bantuan Sin-tong!"

"Ah, mengapa Locianpwe terlalu sungkan dan merendahkan diri? Harap diceritakan ada urusan apakah yang kiranya dapat kami bantu, dan harap jangan membawa-bawa nama Pulau Es."

"Justeru karena urusan ini menyangkut Pulau Es."

"Heiii....? Ada urusan apakah yang menyangkut Pulau Es?" Swat Hong bertanya penuh semangat.

Mendengar ini Tee-tok tersenyum dan memandang. "Sebagai Sumoi dari Sin-tong, tentu Nona juga dari Pulau Es, bukan? Gerakan pedang Nona tadi hebat bukan main...."

"Tidak perlu diketahui siapa pun apakah aku dari Pulau Es atau tidak," jawab Swat Hong tegas. "Kalau ada urusan Pulau Es, kami ingin mendengar."

"Locianpwe, harap ceritakan kepada kami dan maafkanlah sikap Sumoi yang selalu tegas dan singkat. Perlu saya beritahukan bahwa memang amatlah penting artinya bagi kami kalau ada urusan yang menyangkut Pulau Es."

Tee-tok menarik napas panjang. "Kalau dibicarakan sungguh membuat orang menjadi penasaran sekali. Ji-wi (Anda Berdua) tentu telah mendengar nama besar Bu-tong-pai, bukan? Nah, semua orang gagah dari dunia kang-ouw bersepakat untuk menentang Bu-tong-pai mati-matian."

"Haiii....? Mengapakah? Maaf kalau aku mencampuri, akan tetapi sungguh hatiku penasaran sekali mendengar Bu-tong-pai dimusuhi orang kang-ouw. Bukankah anak murid Bu-tong-pai adalah orang-orang gagah yang dihormati oleh dunia kang-ouw? Mengapa sekarang hendak dimusuhi?" Kwee Lun berseru lantang, matanya terbelalak lebar karena penasaran.

"Ha-ha-ha, agaknya gurumu, Si Tua Bangka Lam Hai Sengjin masih belum mendengar berita karena dia selalu bertapa dipulaunya sehingga engkau pun belum tahu, orang muda yang gagah, Bu-tong-pai telah beberapa bulan ini dikuasai oleh seorang ketua baru!"

"Soal pengangkatan ketua baru Bu-tong-pai, kurasa adalah urusan dalam Bu-tong-pai sendiri!" kata pula Kwee Lun.

"Memang demikian kalau ketua baru itu orang dalam Bu-tong-pai pula. akan tetapi, ketua baru itu mengaku dirinya sebagai Ratu Pulau Es dan telah melakukan perbuatan sewenang-wenang, melanggar peraturan kang-ouw, mengalahkan banyak tokoh kang-ouw dan kabarnya bahkan bersekutu dengan pemberontak!"

"Ihhhh....!" Swat Hong berseru.

"Kiranya dia di sana....!" Sin Liong juga berseru.

Mendengar seruan dua orang muda sakti dari Pulau Es itu, Tee-tok cepat memandang penuh selidik. "Ji-wi mengenal wanita itu?"

Sin Liong mengangguk tenang. "Agaknya begitulah. Dan sekarang juga kami berdua minta diri, karena kami harus segera berangkat ke Bu-tong-pai."

"Tapi biarlah kami membantumu, dan kalau perlu kita memberitahukan teman-teman di dunia kang-ouw agar...."

"Tidak usah, Locianpwe. Ini adalah urusan antara kami sendiri. Bukankah begitu Sumoi?"

"Benar! Harus kami berdua saja yang berangkat ke sana. Kwee-koko, terima kasih atas bantuanmu mencari Suheng dan setelah kini aku bertemu Suheng dan kami ada urusan yang amat penting, terpaksa aku akan meninggalkanmu. Kita berpisah sampai di sini, Kwee-koko."

Kwee Lun mengangguk dan berkata dengan suara lirih setelah menarik napas panjang. "Aku mengerti, Hong-moi."

"Soan Cu, kuharap engkau suka menanti dulu di sini dan harap Siangkoan Lo-enghiong melimpahkan kebaikan hati dengan menerima Soan Cu di sini untuk beberapa hari sampai saya selesai berurusan dengan Bu-tong-pai."

"Tentu saja! Dengan senang hati! Biarlah Ouw-siocia tinggal di sini dulu, ditemani oleh anakku."

"Tidak, Liong-koko! Aku.... aku.... akan pergi saja melanjutkan usahaku mencari Ayah. Kau pergilah menyelesaikan urusanmu dengan Swat Hong......" kata Soan Cu sambil menekan perasaannya. "Urusan kita memang berlainan. Selamat tinggal, aku pergi lebih dulu!" Setelah berkata demikian, Soan Cu lalu bangkit berdiri dan berlari pergi tanpa menoleh lagi.

Kwee Lun juga bangkit berdiri. "Kalau begitu aku pun pamit. Biarlah aku membantu dia kalau dia mau." Kwee Lun lalu berlari sambil berseru, "Nona...., tunggu dulu....!!"

Namun Soan Cu tidak menengok lagi dan berlari cepat sehingga Kwee Lun terpaksa harus mengerahkan ginkangnya untuk mengejar. Sebentar saja kedua orang muda yang berkejaran itu sudah lenyap dari pandangan mata.

Sin Liong dan Swat Hong juga berpamit dan meninggalkan Tee-tok bersama puterinya yang mengantar mereka sampai di pintu depan. Setelah kedua ornag itu berjalan pergi dan tidak nampak lagi, terdengar Siangkoan Hui terisak dan menutupi matanya dengan ujung lengan bajunya.

Siangkoan Houw menghela napas dan merangkulnya. dara itu makin berduka, menangis sesenggukan di dada ayahnya. Tee-tok menepuk-nepuk pundak puterinya dan berkata, "Hemm, tidak patut anak Tee-tok begini lemah hatinya! Aku tahu bahwa kau jatuh cinta kepadanya, Hui-ji. Memang dia seorang pemuda luar biasa! Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh pada diri Sin-tong itu. Aku akan merasa heran kalau sampai mendengar dia itu menikah! Dia tidak seperti manusia biasa! Dia dari Pulau Es, demikian Sumoinya. Mereka itu berbeda dengan kita. Selain itu, engkau adalah tunangan putera Lusan Lojin Bu Si Kang. Engkau sejak kecil telah dijodohkan dengan Bu Swai Liang. Biarlah aku akan mencari lagi mereka!"

Siangkoan Hui tidak menjawab dan dia menurut saja ketika diajak masuk ke rumah oleh ayahnya yang amat menyayanginya. Sebetulnya, sukarlah dikatakan apakah Siangkoan Hui benar-benar jatuh cinta kepada Sin Liong. Kiranya lebih tepat dikatakan kalau dia tertarik dan suka menyaksikan wajah dan sikap pemuda yang halus budi itu. Untuk dikatakan jatuh cinta, kiranya masih terlalu pagi!

Keadaan di Bu-tong-pai mengalami perubahan hebat semenjak The Kwat Lin menjadi ketua partai persilatan besar itu. Bukan hanya perubahan di luar, yang nampak jelas karena adanya banyak anggauta perkumpulan golongan hitam dan sepak terjang mereka yang kasar dan ugal-ugalan, mengandalkan kepandaian untuk menentang siapa saja, akan tetapi juga terjadi perubahan di sebelah dalam yang tidak diketahui oleh orang luar. Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis seorang diri di dalam kamarnya! Peristiwa yang memalukan hati dara itu, yaitu ketika dia melihat betapa kakaknya, Swi Liang, telah menjadi kekasih dari subo mereka sendiri! Tadinya tentu saja hal itu terjadi secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi kini dia melihat sendiri betapa subonya dan kakaknya itu berjinah secara terang-terangan, tidak bersembunyi lagi dan biarpun pada siang hari di mana banyak mata para angauta Bu-tong-pai menyaksikannya, dengan seenaknya ketua Bu-tong-pai itu memasuki kamar Bu Swi Liang atau sebaliknya pemuda itu memasuki kamar subonya kemudian pintu kamar ditutup dari dalam!

Hati Swi Nio memberontak, akan tetapi apa yang dapat dia lakukan kecuali menangis? Dan memang sungguh menyedihkan sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang kini terjebak oleh nafsu berahi dan menjadi hamba nafsu berahi, juga menjadi hamba subonya sendiri yang membuatnya tergila-gila! Hal ini tidak amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang pemuda yang masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat menahan godaan dan rayuan seorang wanita yang sudah matang seperti The Kwat Lin pula, memang rasa kagum seorang muda terhadap lawan kelaminnya yang lebih tua dengan mudah menyeretnya ke dalam perangkap cinta nafsu.

Di lain pihak, peristiwa itu bukanlah dapat diartikan bahwa The Kwat Lin adalah seorang wanita yang gila laki-laki atau gila berahi. Sama sekali tidak. Dia adalah seorang yang normal, dan hanya keadaanlah yang membuat dia menjadi seorang penyeleweng besar. Dia adalah seorang wanita yang belum tua benar, baru tiga puluh tahun usianya, berwajah cantik dan bertubuh sehat. Setelah menjadi janda dan hidupnya menyendiri, wajarlah kalau dia merindukan cinta asmara, merindukan kehangatan rasa sayang seorang pria. Adapun pria yang sudah dewasa dan yang dekat dengannya adalah Bu Swi Liang, maka tidak pula mengherankan apabila dia tertarik dan jatuh hati kepada muridnya sendiri ini.
advertisement

0 komentar:


Top