advertisement
Bukek Siansu Jilid 22 - Kesewenang-wenangan Ciu-wangwe tidaklah tampak
atau terasa secara langsung oleh penduduk. Hanya apabila ada orang berani
mendirikan tempat judi, restoran atau hotel baru yang menyaingi perusahannya,
maka diam-diam tukang pukulanya akan bertindak dan memaksa si pemilik prusahan
itu untuk menutup pintu dan menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain
membuka akan tetapi harus kecil-kecilan dan mengirim "pajak" sebagai
penghormatan kepada Ciu-wangwe!
Akan tetapi, beberapa bulan belakangan ini terjadilah kegemparan-kegemparan
di daerah kota Leng-sia-bun. Kegemparan yang terasa oleh kaum pria yang doyan
pelesir di restoran dan hotel milik Ciu-wangwe. Hanya bedanya, kalau kegemparan
para penduduk dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel-hotel itu diiringi
suara ketawa gembira sungguhpun di malam hari juga mengakibatkan tangis
menyedihkan. Apakah yang terjadi di kedua tempat itu?
Di kota Leng-sia-bun, di dalam hotel milik Ciu-wangwe, kini seringkali
terdapat "barang baru", yaitu pelacur-pelacur muda yang baru, dan
daun-daun muda seperti ini paling disuka oleh bandot-bandot tua yang tidak
segan-segan membuang uang sebanyaknya untuk memetik daun-daun muda itu! dan di
dalam tempat-tempat rahasia di belakang hotel di dalam kamar-kamar gelap sering
kali terjadi hal yang mengerikan di mana seorang gadis remaja dipaksa dan
dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa menyanggupi untuk dijadikan
pelacur dan melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani seorang
tamu, segala akan berjalan lancar dan beberapa bulan kemudian perempuan remaja
itu akan menjadi seorang pelacur kelas tinggi yang dijadikan rebutan!
Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusun-dusun di sekita
daerah itu. Banyak terjadi pembelian gadis-gadis muda, bahkan banyak terjadi penculikan
dan perampokan secara terang-terangan dilakukan oleh gerombolan perampok ganas!
Keluarga gadis ini melakukan penyelidikan dan mereka akhirnya dapat menemukan
anak gadis mereka di Leng-sia-bun, dalam keadaan yang menyedihkan karena sudah
menjadi pelacur-pelacur! Ada yang lenyap sama sekali, bahkan ada yang
terlunta-lunta sebagai seorang wanita gila! Mereka ini adalah gadis-gadis yang
berkeras tidak mau menjadi pelacur. ada yang disiksa sampai mati, dan ada yang
diperkosa dan akhirnya menjadi gila!
Tentu saja banyak di antara mereka yang melapor kepada pembesar di
Leng-sia-bun, akan tetapi mereka itu malah dimaki-maki karena dianggap menghina
Ciu-wangwe. Dikatakan bahwa anak mereka menjadi pelacur, hal ini adalah orang
tua mereka yang tidak tahu malu dan tak dapat mendidik anak, sekarang ada
Ciu-wangwe yang menampung mereka sehingga tidak kelaparan, mengapa mereka itu
malah melapor dan menuntut Ciu-wangwe?
Mereka melaporkan bahwa anak gadisnya di culik orang yang ternyata anak
gadis mereka itu tahu-tahu telah menjadi pelacur di hotel milik Ciu-wangwe,
malah dijatuhi hukuman rangket karena menghina Ciu-wangwe dan pelaporan mereka
itu dianggap fitnah karena tidak ada bukti bahwa anak mereka diculik! Memang
ada saja jalan dan alasan para penegak hukum yang telah diperbudak oleh harta
yang mereka terima dari Ciu-wangwe itu, disamping suguhan anak-anak perawan
hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan sendiri, tentu saja para pembesar
ini merasa malu. Kini ada yang menculikan untuk mereka, hati siapa yang takkan
senang?
Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya lagi, akhirnya mereka
teringat akan nama besar Lam-hai Seng-jin, Majikan pulau kura-kura yang
terkenal sebagai seorang pertapa yang suka menolong kesukaran orang lain yang
memerlukan pertolongan. Terutama sekali mereka yang mempunyai anak perempuan
dan yang merasa gelisah kalau-kalau pada suatu malam akan tiba giliran mereka
didatangi penculik yang akan melarikan anak mereka, segera bermufakat untuk
minta pertolongan pertapa itu dan akhirnya berangkatlah serombongan orang
menuju ke pulau Kura-kura.
Lam-hai Seng-jin menerima pelaporan mereka dan merasa kasihan, maka dia
mengutus murid tunggalnya yang sudah mewarisi ilmu kepandaiannya untuk
mewakilinya menyelidiki dan memberi hajaran kepada komplotan penjahat itu. Juga
dia memberi ijin kepada muridnya untuk merantau selama satu tahun. Setelah
memberi banyak nasihat, berangkatlah Kwee Lun seorang diri naik perahu menuju
ke daratan besar dan tanpa disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han Swat Hong
puteri kerajaan Pulau Es!
Pada hari itu kota Leng-sia-bun sibuk seperti biasa. Keadaan tetap
ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan terjadi
sesuatu. Tidak ada seorang pun yang tahu, di antara sebagian besar penduduk
yang memang tidak memikirkan lagi, bahkan malam tadi telah terjadi seperti
biasa, yaitu pemerkosaan dara-dara culikan baru seperti sekelompok domba
disembelih, dan tidak ada pula yang tahu bahwa pagi hari itu muncul dua orang
yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu, menimbulkan geger yang akan
menggemparkan kota dan akan menjadi bahan cerita sampai bertahun-tahun lamanya.
Setelah menyelidiki di mana letaknya rumah makan milik Ciu-wangwe, Kwee
Lun mengajak Swat Hong mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang
bangunannya indah dan besar, dengan cat baru dan di depan rumah makan terdapat
tulisan dengan huruf besar "RUMAH ARAK" yang berarti restoran.
"Hong-moi, engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di
sini."
Swat Hong memandang heran. Bukankah ini rumah makan milik Hartawan Ciu
yang menjadi pemimpin komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee
Lun? Dia memandang dan melihat mata pemuda itu bersinar, kemudian Kwee Lun
memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli. Mengetilah dia
kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai kenyang lebih dulu sebelum
turun tangan. Dan memang dia merasa lapar sekali!
"Aku tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu
berkata lirih ketika mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong
tersenyum-senyum.
Sepagi itu, rumah makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang
beruang, karena rumah makan ini terkenal sebagai rumah makan mahal. Dua orang
pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda dan genit, dengan wajah yang
ditutup warna putih dan merah yang tebal seperti tembok dikapur dan digambar,
menyambut mereka dengan sikap manis.
Kwee Lun dan Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut dan
dengan suara lantang Kwee Lun memesan makanan dan minuman yang paling lezat,
dalam jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi terheran-heran mendengar
pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan tetapi melihat
sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua batang pedang dan
kipas yang diletakan di atas meja, mereka tidak berani banyak cakap dan
melayani mereka. Diam-diam seorang pelayan memberi tahu kepada kepala tukang
pukul yang berada di dalam.
Dua orang tukang pukul yang berpakaian biasa dan dengan sikap biasa
pula keluar dari dalam dan berjalan lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong.
Kedua orang tidak perduli dan berpura-pura tidak melihat. Juga Swat Hong
melanjutkan makan sambil kadang-kadang tersenyum geli menyaksikan betapa
temannya itu makan dengan lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah mangkok,
Kwee Lun sudah menyapu bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat
Hong hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya terbuka
dan dapat menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua orang itu yang
masih berjalan-jalan di ruangan itu, seolah-olah sedang memeriksa dan
kadang-kadang membenarkan letak kursi dan meja yang kosong.
"Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat
berkata.
"Tapi gadis itu hebat....," kata orang ke dua yang pendek dan
berperut gendut. "Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya (Tuan Tu) akan
memberi banyak hadiah kepada kita."
"Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tian-ci-kwi (Setan
Berjari Besi)?"
"Ah, siapa tahu, dengan cara halus bisa mendapatkan dia...."
"Tapi pemuda itu kelihatan jantan!"
"Huh, takut apa? Orang kasar seperti itu...."
"Tapi jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu dimarahi
Loya."
"Aku tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat, mereka
telah selesai makan. Raksasa itu makannya melebihi babi!"
Swat Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya
mendengar temannya yang gembul itu dimaki seperti babi. Akan tetapi Kwee Lun
agaknya tidak mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan seperti
Swat Hong, tidak mendengar makian itu dan mengelus-elus perutnya yang kenyang.
Dia kelihatan puas sekali telah dapat makan minum secukupnya di dalam restoran
itu.
Pada saat itu dua orang tukang pukul tadi sudah menghampiri mereka.
Yang kurus pucat sudah menjura sambil berkata, "kami mewakili Ciu-wangwe
pemilik restoran ini menghaturkan selamat datang kepada Jiwi."
Sebelum Kwee Lun yang terheran-heran menjawab, Si Gendut pendek sudah
menyambung sambil menyeringai dalam usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu
Jiwi datang dari jauh dan lelah. Majikan kami juga memiliki hotel yang paling
besar, paling bersih dan paling baik di kota ini, letaknya di sebelah kiri
rumah makan ini. Jiwi akan dapat mengaso dengan enak di hotel kami dan kalau
Loya kami mendengar bahwa Jiwi adalah tamu dari jauh, tentu biyayanya akan
diberi potongan separuhnya."
Kwee Lun sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia seakan-akan
memperoleh kesempatan mulai beraksi. "kalian berani mengganggu kami yang
sedang makan?"
Mendadak kakinya tertendang ujung kaki Swat hong dan ketika dia
memandang, dia melihat isyarat dalam sinar mata gadis itu, maka dia hanya
mengerutkan alis dan tidak melanjutkan kata-katanya. Swat Hong sendiri segera
berkata kepada dua orang itu dengan suara ramah dan sikap manis, "Kalian
sungguh ramah, tentu majikan kalian adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik,
kami memang hendak bermalam barang dua hari di kota ini. Akan tetapi melihat
keramahan kalian, aku ingin bertemu dengan majikan kalian untuk menghaturkan
terima kasih."
Dua orang itu saling pandang. "Marilah kami antarkan Nona dan Tuan
agar memperoleh kamar yang paling baik di hotel, kemudian kami akan melapor
kepada majikan kami...."
"Tidak usah repot-repot!" Swat Hong berkata cepat.
"Temanku ini masih hendak melanjutkan makan minum....heiii! Pelayan tambah
araknya! Biarlah saya yang menemui majikan kalian dan memilih kamar di hotel sebelah.
Kami sudah mendengar tentang kebaikan hati majikan kalian dari
pembesar-pembesar di kota ini, dan kami memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin
bekerja apa saja yang pantas dan temanku itu.... dia tentu bisa menjadi seorang
penjaga keselamatan.
Dapat dibayangkan betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah
terbayang di depan mata betapa mereka akan menerima pujian berikut hadiah dari
Ciu-wangwe. Seorang nona begini cantik jelita seperti bidadari, tanpa susah
payah datang sendiri ke depan mulut, tinggal membuka mulut dan mencaplok saja!
Ciu-wangwe tentu senang sekali, bukan untuk hartawan itu sendiri yang
kesenangannya bukan memeluk wanita cantik, melainkan untuk menyenangkan hati
para pembesar setempat. Ciu-wangwe sendiri kesenangannya hanya satu, yaitu uang
dan kedudukan!
"Bagus sekali kalau begitu, Nona! Kebetulan pada saat ini
Ciu-wangwe sedang menjamu pembesar yang paling terhormat di kota ini. Mereka
sedang berpesta di ruangan belakang hotel kami. Mari kami antar Nona ke
sana!"
"Tidak usah, kalian di sini saja melayani temanku!" Sambil
berkata demikian Swat Hong sudah bangkit berdiri dan cepat laksana kilat kedua
tangannya bergerak seperti seorang wanita yang menepuk-nepuk pundak kedua orang
itu dengan ramahnya, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati kedua
orang tukang pukul itu ketika tiba-tiba tubuh mereka menjadi lemas dan kaki
tangan mereka tak dapat digerakan lagi.
"Ha-ha, duduklah kalian, mari temani aku minum arak!" Kwee
Lun yang dapat melihat gerakan temannya itu cepat bangkit berdiri, kakinya
bergerak dan kedua lutut mereka telah terkena tendangan ujung sepatunya
sehingga terlepas sambungannya. Sambil tersenyum Kwee Lun sudah mendudukan
mereka di atas bangku di kanan kirinya!
Para tamu hanya melihat empat orang itu seperti beramah tamah, maka
mereka tidak tertarik lagi, hanya tertarik kepada Swat Hong yang memang sejak
tadi telah menjadi perhatian pandang mata para tamu pria yang berada di dalam
restoran. Mereka menahan napas melihat dara cantik jelita itu dengan langkah
gontai meninggalkan restoran, membawa dua batang pedang dan sebuah kipas,
"Aku pinjam dulu ini!" kata Swat Hong tadi kepada Kwee Lun yang hanya
memandang dengan terheran-heran melihat kedua senjatanya dibawa pergi oleh Swat
Hong. "Agar kau tidak kesalahan membunuh orang!" kata pula Swat Hong
dan Kwee Lun tersenyum.
Kiranya gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja
membawa pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya dia mentertawakan Swat Hong.
Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh orang?
Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah, pikirnya. Gadis itu
masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan kelihaianya tanpa
bantuan senjata. Sambil tertawa-tawa kepada dua orang tukang pukul yang duduk
seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee Lun melanjutkan minum arak.
Karena hawa mulai panas disebabkan oleh hawa arak, pemuda perkasa ini
melepaskan kancing bajunya sehingga tampak rambut halus ditengah dadanya yang
bidang dan kokoh kuat itu.
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja Kwee Lun. pelayan ini tadi
melihat ketidak wajaran pada kedua tukang pukul yang duduk berhadapan dengan
pemuda itu. Mengapa mereka tidak bergerak-gerak dan duduk dengan lemas, dan
ketika dia bertemu pandang, tukang pukul yang gendut pendek itu mengejapkan
mata kepadanya sedangkan dari kedua mata tukang pukul kurus pucat itu keluar
dua titik air mata. Maka dia cepat menghampiri dan melihat dari dekat.
"Mau apa kau? pergi!" Kwee Lun membentak dan pelayan itu
kaget sekali, lalu lari pergi masuk ke dalam untuk melaporkan keanehan itu
kepada kepala tukang pukul.
Kwee Lun bukanlah seorang yang bodoh. Dan maklum bahwa pelayan itu
telah melihat keadaan dan tentu akan melapor ke dalam. Maka dia memandang ke
sekeliling dan mencari akal. Ketika dia melihat segulung tambang yang besar dan
kuat, timbullah akalnya. Dia bangkit berdiri, melangkah lebar ke dekat meja
pengurus, menyambar gulungan tambang itu dan berkata dengan suara lantang yang
ditujukan kepada para tamu yang duduk di ruangan restoran itu, "Semua
ornag yang berada di dalam restoran ini harap lekas pergi! Restoran ini akan
ambruk!"
Kemudian sekali melompat tubuhnya telah berada di luar restoran. Di
ikatkan ujung tambang ke pilar di depan, pilar yang ikut menyangga atap,
kemudian dia membawa ujung tambang yang lain ke jalan depan restoran. Dengan
memegang ujung tambang, mulailah pemuda raksasa ini menarik tambang, melalui
atas pundak kanannya yang menonjolkan otot besar yang amat kuatnya. Tambang besar
itu menegang, kemudian terdengar suara berkerotok. Orang-orang sudah mulai lari
keluar rumah makan itu dan mereka ada yang ketawa-tawa geli menyaksikan pemuda
itu menarik tambang. Tentu pemuda itu sudah mabok, pikir mereka. Mana mungkin
merobohkan bangunan yang besar itu dengan cara demikian? Menarik tambang yang
diikatkan pada pilar yang demikian besar dan kuatnya. Kalau tidak mabok tentu
sudah gila!
Memang membutuhkan tenaga gajah untuk dapat menumbangkan pilar yang
sedemikian kokohnya. Kwee Lun mengerahkan tenaga, matanya terbelalak, dahinya
penuh keringat dan mulutnya mengeluarkan gerengan yang langsung keluar dari
dalam pusarnya, seluruh tubuhnya menarik tambang dengan pemusatan perhatian dan
tenaga.
"Krakkk....!" Pilar yang kokoh kuat itu patah tengahnya!
Orang-orang berteriak kaget dan mulai berlari-lari ketakutan. Terdengar bunyi
hiruk pikuk ketika akhirnya, atap rumah makan itu runtuh ke bawah dan menyusul
debu mengebul tinggi dibarengi teriakan-teriakan mengerikan dari dalam di mana
masih banyak pekerja restoran itu yang teruruk. Di antara suara hiruk pikuk ini
terdengar suara ketawa dari Kwee Lun yang masih memegang tambang besar itu di
kedua tangannya. tali besar itu sudah terlepas dari pilar dan kini menjadi
senjata di kedua lengan yang dilingkari otot itu.
Tempat itu menjadi sunyi dan biarpun banyak sekali penduduk kota yang
berlari-larian datang, mereka hanya menonton dari jauh saja, tidak ada yang
berani mendekati restoran yang sudah runtuh itu. Belasan orang tukang pukul
datang berlarian dari belakang restoran yang roboh dan dari rumah judi yang
berada di sebelah kanan restoran.
"Itu orangnya....!" Seorang pelayan restoran yang berhasil
menyelamatkan diri menuding ke arah Kwee Lun.
"Tangkap penjahat....!"
"Serbu....!"
"Bunuh....!"
Lima belas orang tukang pukul dengan bermacam senjata di tangan mereka,
belari-lari datang menyerbu dan mengurung Kwee Lun. Pemuda ini masih tersenyum
lebar, tali tambang tadi masih melingkar-lingkar di kedua lengan, kedua kakinya
terpentang lebar dan sikapnya gagah sekali, membuat lima belas orang tukang
pukul itu merasa gentar dan ragu-ragu untuk mendahului maju menyerang. Seorang
yang telah meruntuhkan sebuah bangunan seperti restoran itu, sudah jelas
memiliki tenaga gajah! Apalagi melihat sikap yang demikian gagah.
"Ha-ha-ha, hayo majulah! Mengapa ragu-ragu? Hayo keroyoklah aku!
Memang aku datang untuk membasmi komplotan yang merajalela di Leng-sia-bun.
Kalian ini anak buah si keparat Ciu Bo Jin, bukan? Mana itu hartawan Ciu
jahanam, si penculik gadis orang! Suruh dia keluar, biar kuhancurkan
kepalanya!"
"Serbu....!!" Kepala tukang pukul, seorang she Ma yang juga
mmiliki ilmu kepandaian tinggi dan menjadi tangan kanan Ciu-wangwe, berseru
setelah diam-diam dia mengutus seorang anak buahnya untuk melaporkan kepada
Ciu-wangwe di hotel, dan seorang anak buah lagi disuruh minta bala bantuan di
markas keamanan!
Tiga belas orang tukang pukul, dipimpin oleh Ma Siu menyerbu dengan
senjata mereka. Akan tetapi, Kwee Lun tertawa bergelak dan begitu kedua
lengannya bergerak, tali besar yang panjang menyambar dan menjadi gulungan
sinar yang besar panjang. Setiap senjata pengeroyok yang terbentur tali itu
terlepas dari pegangan pemiliknya sehingga terdengarlah teriakan-teriakan kaget
karena dalam segebrakan saja, lima orang tukang pukul kehilangan senjata mereka
dan dua orang lagi terpelanting roboh dan tak dapat bangun kembali karena
tulang punggung dan tulang iga mereka patah oleh hantaman tambang!
Ma Siu menjadi marah sekali dan dengan nekat dia bersama sisa anak buahnya
menyerbu dan menghujankan senjata mereka kepada Kwee Lun. Namun pemuda Pulau
Kura-kura ini sambil tertawa melakukan perlawanan seenaknya. Teringat dia oleh
perbuatan Swat Hong yang menyingkirkan pedang dan kipasnya, karena andaikata
dia menggunakan dua senjata itu, agaknya sekarang semua tukang pukul sudah
roboh kehilangan nyawa mereka! Dan dia tahu bahwa biang keladi semua kejahatan
adalah orang She Ciu, adapun para tukang pukul ini hanya orang-orang yang
mencari nafkah mengandalkan ilmu silat mereka! Biarpun cara mencari nafkah
dengan menjadi tukang pukul adalah perbuatan sesat yang menimbulkan kekejaman,
namun andaikata tidak ada Hartawan Ciu yang menjadi sumber maksiat, agaknya
mereka tidak akan berani mengacaukan sebuah kota besar seperti Leng-sia-bun.
Diam-diam dia membenarkan tindakan Swat Hong dan teringat dia akan nasehat
suhunya bahwa di dalam perantauannya, dia tidak boleh sembarangan membunuh
orang!
Sementara itu, di dalam hotel juga terjadi keributan hebat. Dengan dua
batang pedang tergantung di punggung dan kipas gagang perak di tangan, Swat
Hong memasuki hotel besar di sebelah kiri restoran. Gedung yang lebih megah dan
besar daripada restoran itu. Dengan sikap tenang dia berjalan menaiki anak
tangga di depan hotel. Beberapa orang pelayan segera menyambutnya dengan wajah
berseri. Biarpun dara ini membawa pedang di punggung namun kecantikannya yang
luar biasa menyenangkan hati para pelayan.
"Apakah Nona mencari kamar,?" tanya seorang pelayan dengan
senyum manis.
"Bukan mencari kamar, akan tetapi aku mencari Ciu-wangwe,"
jawab Swat Hong tanpa memperdulikan senyum itu.
Wajah para pelayan itu berubah dan pandang mata mereka membayangkan
kecurigaan, "Tidak semudah itu mencari Loya, Nona,. Pula, kami tidak tahu
dimana adanya Ciu-wangwe sekarang ini...." kata seorang di antara mereka
dengan suara hati-hati.
"Aihhh, kalian tidak perlu membohong lagi. Aku mengenal Ciu-wangwe
dan kedatanganku adalah atas undangannya. Aku tahu bahwa dia sedang menjamu
kepala Daerah di ruangan belakang hotel ini, bukan? Kalau kalian tidak
membawaku menemuinya sekarang juga, bukan hanya dia akan marah kepada kalian,
akan tetapi aku pun akan kehabisan sabar!"
Mendengar ini, para pelayan itu saling pandang, lalu seorang di antara
mereka memanggil tukang pukul. Dua orang tukang pukul datang berlari. Mereka
adalah bekas-bekas perampok yang tentu saja dapat menduga bahwa wanita ini
tentulah seorang kang-ouw, maka mereka segera memberi hormat dan bertanya,
"Ada urusan apakah Lihiap hendak bertemu dengan Ciu-wangwe?"
Swat Hong memandang tajam dan mengambil sikap marah. “Eh, pangkat
kalian di sini apa sih berani bertanya-tanya urusan antara aku dan Ciu-wangwe?
Lekas bawa aku menemuinya!"
"Tapi... tapi.... Loya sedang menjamu Tai-jin, tidak boleh
diganggu!"
"Siapa mau mengganggu? Aku justru datang memenuhi panggilannya
untuk meramaikan pesta! Kalau dia marah, biar aku yang tanggung jawab, akan
tetapi kalau kalian berani menolak aku, dia akan marah kepada kalian!"
Dua orang tukang pukul itu saling pandang, kemudian mereka berkata,
"Baiklah mari kami antarkan Lihiap ke dalam."
Mereka telah mengambil keputusan dengan isyarat mata untuk mengawal dan
menjaga wanita cantik ini. Kalau wanita ini mempunyai niat buruk, masih belum
terlambat untuk merobohkannya. Siapa tahu, melihat kecantikannya yang luar
biasa, sangat boleh jadi kalau dia ini adalah seorang yang dikenal oleh
Ciu-wangwe dan benar-benar dipesan datang untuk menghibur pembesar!
Dengan langkah tenang sambil mengipasi lehernya dengan kipas gagang
perak, Swat Hong diiringkan dua orang tukang pukul itu melalui gang yang
berliku-liku, melalui kamar-kamar di mana terdapat wanita-wanita cantik yang
rata-rata wajah layu dan bermata sayu, ada yang duduk sendiri, ada pula yang
sedang berduaan dengan seorang tamu pria karena terdengar suara ketawa
laki-laki di dalam kamar itu, kemudian tibalah mereka di ruangan belakang yang
luas dan terjaga oleh belasan orang perajurit pengawal yang bercampur dengan
para tukang pukul.
Ketika mereka bertiga muncul, tentu saja para penjaga dan pengawal itu
memandang Swat Hong dengan penuh perhatian. Dua orang tukang pukul itu agaknya
bangga dapat mengawal nona cantik jelita ini maka sambil mengacungkan ibu jari,
mereka berkata, "Barang baru! Pesanan khusus!" Maka tertawa-tawalah
para pengawal dan tukang pukul itu memasuki pintu besar yang menembus ke dalam
ruangan.
Karena mereka yang duduk mengitari meja besar terdiri dari belasan
orang berpakaian serba indah dan masing-masing dilayani dan dirubung
wanita-wanita muda dan cantik, Swat Hong tidak mau bertindak sembrono. Dia
tidak tahu siapa Ciu-wangwe dan yang mana pula kepala daerah, maka dia menanti
dan membiarkan dua orang tukang pukul itu melapor.
Akan tetapi sebelum kedua orang yang sudah menjura penuh hormat itu
sempat membuka mulut, seorang yang berpakaian serba biru, berusia lima puluh
tahun, bertubuh tinggi kurus dan matanya besar sebelah, telah bangkit berdiri
dan membentak, "Haii! Mengapa kalian lancang....?" Dia tidak
melanjutkan ucapannya karena matanya telah dapat melihat Swat Hong dan kini dia
memandang heran.
Swat Hong sudah melangkah ke dalam, mendekati meja lalu bertanya kepada
laki-laki berpakaian biru itu, "Apakah aku berhadapan dengan
Ciu-wangwe?"
Laki-laki itu memang benar Ciu Bo Jin. Dia merasa curiga sekali, akan
tetapi karena dia mengandalkan ilmu kepandaiannya sendiri, pula dia berada di
tempatnya sendiri yang terjaga oleh para anak buahnya, bahkan disitu terdapat
pula pasukan pengawal Gu-taijin, maka sambil tersenyum lebar dia melangkah maju
dan berkata, "Benar, aku adalah orang she Ciu yang kau cari. Nona siapakah
dan.... heiiittt...." Dia cepat mengelak ke kiri ketika melihat nona
cantik itu sudah menerjang maju, menggunakan tangan kirinya mencengkeram ke
arah pundaknya.
Gerakan Ciu-wangwe cukup cekatan dan memang dia telah memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Akan tetapi sekali ini dia berhadapan dengan seorang dara
perkasa yang luar biasa lihainya, maka baru saja dia mengelak, tahu-tahu ujung
gagang kipas terbuat dari perak itu telah menotok jalan darah di punggungnya
dan dia terpelanting roboh dengan tubuh lemas!
Peristiwa ini terjadi sedemikian cepatnya sehingga tidak terduga sama
sekali, maka terjadilah keributan hebat. Seorang yang tubuhnya gendut dan
mukanya merah sekali, agaknya sudah mabok, bangkit berdiri dengan tiba-tiba
sehingga dua orang pelacur cantik yang tadinya duduk di atas kedua pahanya
terpelanting jatuh sambil menjerit. Orang ini berpakaian mewah dan sikapnya
agung-agungan, sambil berdiri dia berseru, "Hai... pengawal....! Tangkap
pengacau...!!"
Pintu depan terbuka dan para pengawal serta tukang pukul berlompatan
masuk. Swat Hong girang sekali karena dia dapat menduga bahwa Si Gendut itulah
tentu yang menjadi kepala daerah, orang she Gu yang diperalat oleh Ciu-wangwe.
Maka dia sudah meloncat ke dekat orang itu, mencabut pedangnya dan menempelkan
pedang telanjang di leher Gu-taijin sambil menghardik, "Gu-taijin! Cepat
kau menyuruh mundur semua orangmu! Kalau tidak, pedang ini akan menyembelih
lehermu!"
Swat Hong menahan geli hatinya melihat tubuh yang gendut itu menggigil
semua dan dia menahan jijiknya karena terpaksa menggunakan tangan kanan
mencengkeram leher baju. Apalagi ketika melihat betapa lantai di bawah pembesar
gendut ini tiba-tiba menjadi basah, tersiram air yang membasahi celana, dia
makin jijik. Ingin dia membacokkan pedangnya saja agar manusia tiada guna ini
tewas seketika kalau saja dia tidak teringat bahwa jalan satu-satunya untuk
membantu Kwee Lun membereskan urusannya hanyalah menangkap pembesar ini
hidup-hidup. Biarpun manusia gendut ini tidak ada gunanya, akan tetapi manusia
yang bagaimana pun pengecut dan lemahnya, sekali menduduki pangkat besar,
menjadi seorang yang sewenang-wenang dan jahat! Makin pengecut dan makin rendah
watak orang itu makin celakalah kalau dia memperoleh kedudukan tinggi, karena
kerendahan akalnya akan membuat dia makin jahat, mempergunakan kekuwasaannya
yang kebetulan melindunginya.
"Am... ampun...!" Gi-taijin dengan sukar sekali mengeluarkan
suara. Mendengar betapa lehernya akan disembelih, apalagi disembelih
berlahan-lahan dan sedikit demi sedikit, membayangkan betapa lehernya akan
terasa perih dan nyeri, berlepotan darah, betapa dia akan mati dan meninggalkan
semua kemewahan dan kesenangan hidupnya, hampir dia pingsan!
"Suruh mereka mundur...!" Kembali Swat Hong membentak dan
tangan kirinya mencengkeram tengkuk.
"Ouwwhhh...!" Pembesar itu menjerit, mengira tengkuknya
disembelih, padahal hanyalah jari-jari saja yang mencengkeramnya. "Heii,
mundur kalian! Tolol semua! Mundur kataku, dan jangan membantah... Li...
Lihiap...!"
Para pengawal menjadi bingung dan dengan muka pucat dan mata terbelalak
lebar mereka mundur sambil memandang penuh kesiap-siagaan. Pada saat itu,
seorang tukang pukul telah berhasil membebaskan totokan Ciu-wangwe dan kini
hartawan itu dengan marahnya berteriak kepada tukang pukulnya, "Cepat
serbu iblis betina itu....!"
Swat Hong kembali mencengkeram tengkuk Gu-taijin. "Suruh jahanam
Ciu itu menyerah!"
"Ouughh... Ciu-wangwe... jangan...! jangan melawan....!"
Ciu-wangwe yang melihat betapa kepala daerah itu telah ditangkap,
sejenak menjadi bingung sekali. Akan tetapi tentu saja dia tidak sudi menyerah
dan pada saat itu terdengar suara hiruk pikuk di sebelah luar hotel. Tahulah
Swat Hong bahwa Kwee Lun tentu telah turun tangan pula mulai bereaksi, maka dia
berkata, "Orang she Ciu! Kejahatanmu berakhir di hari ini juga!"
Selagi Ciu-wangwe kebingungan, tiba-tiba datang seorang tukang pukulnya
dari luar dan berteriak-teriak, "Celaka... Loya.... ada orang merobohkan
restoran kita....!"
Akan tetapi orang ini terbelalak memandang ke dalam dengan muka pucat.
Dia melihat kepala daerah berada dalam cengkeraman wanita cantik itu dan
melihat Ciu-wangwe berdiri bingung. Mendengar ini, Ciu-wangwe menjadi kaget dan
mengira bahwa tentu banyak musuh yang datang menyerbunya. Dia tidak mau
mempedulikan Gu-taijin lagi. Dalam keadaan seperti itu, yang terbaik baginya
adalah berada di luar dan berusaha mengerahkan seluruh anak buahnya untuk
menghadapi para penyerbu. Keselamatan Gu-taijin tentu saja tidak dipedulikannya
lagi. Maka tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu berlari hendak keluar dari
ruangan besar itu.
"Hendak kemana engkau?" Swat Hong cepat menotok roboh
Gu-taijin dan meloncat ke depan. Tubuhnya melayang dan Ciu-wangwe hanya melihat
sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu wanita cantik itu telah berdiri di
depannya!
"Serbu....!" Bentaknya dan dia sendiri yang sudah mencabut
goloknya membacok dengan cepat sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
"Sing-sing-singggg....!!" Bertubi-tubi golok itu menyambar
dan kini anak buahnya juga sudah membantunya.
Swat Hong cepat memutar pedangnya dan mengerahkan sinkang disalurkan
kepada pedang itu. "Cring-cring-trang-trang-trang....!!"
Sebatang golok di tangan Ciu-wangwe dan empat batang pedang terlepas
dari pegangan pemiliknya, dan tiga orang pengeroyok roboh terkena totokan kipas
perak di tangan kirinya!
Melihat kelihaian wanita ini, bukan main kagetnya hati Ciu-wangwe. Dia
sudah berpengalaman dan tahulah dia bahwa kalau dia melanjutkan, dia sendiri
akan roboh di tangan wanita lihai ini. Maka jalan terbaik baginya adalah lari
keluar untuk mengerahkan anak buahnya dan kalau perlu melarikan diri!
0 komentar:
Posting Komentar