advertisement
Bukek Siansu Jilid 12 - Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut,
berkali-kali dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua,
biarpun tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh
hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda lain di
Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja hatinya tidak
rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia tahu bahwa hal itu
tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya menggeleng-geleng kepala,
tanpa dapat menjawab.
"Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain
penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia
menyebutnya kakak, "mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua orang
anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya mereka
tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak
mengambil keputusan sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu
dapat mengalahkan kita!"
Ouw Kong Ek memandang pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia
terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya,
Lo-tee?"
"Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang
pemuda She Kwa ini dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia
dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni pulau ini
seperti kita semua."
"He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh
ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?"
Swat Hong berteriak nyaring.
"Twako kalah? Ha-ha, mana mungkin?" Lo Thong menjawab.
"Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda She Kwa ini mengajarkan
ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi
meninggalkan pulau ini dengan bebas."
"Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira.
"Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia ramai, di daratan sana,
orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang
ruwet. Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita
membereskan urusan ini dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang
diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."
Sin Liong menggeleng kepalanya. "Tocu, aku tidak suka menggunakan
ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara
kekerasan untuk menahan kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia
mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya
dengan membebaskan kami.
"Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!" ketua itu
berkeras.
Tiba-tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada
menegakkan kepalanya.
"Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu!
Siapa sih takut kepada orang Pulau Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu,
dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalain!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur.
"Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah.
Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah liar
yang sombong ini!" katanya.
"Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju,
akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong,
"Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada
permusuhan, bukan?"
Soan Cu meragu, memandang kepada Kong-kongnya, kemudian kepada Sin
Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi.
"Soan Cu...." Kakeknya menegur.
"Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."
Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu
tertawa bergelak. "Kau...kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia
tertawa karena sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar
telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap
perintahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian.
Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk
menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang pertandingan juga
hendak memperlihatkan kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan
Cu. Akan tetapi, ternyata Suhengnya melarang Soan Cu dan dara Pulau Neraka itu
begitu taat!
"Ouw Kong Ek, kalau cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri
yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia
menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan.
Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus
mencegah sumoinya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat
Hong membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan
kalau dia harus menandingi seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan
cucunya sendiri!
"Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang
ini" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat
dan memesan.
"Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia
terbunuh."
"Baik saya mengerti, Twako."
Lo Thong menjawab lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat
ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam-diam Sin Liong
khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum
kalau dia melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia
hanya bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang.
Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata,
suaranya mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian
tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi dari sini?"
"Tidak", jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya
mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus
tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku."
"Setan alas! Siapa takut padamu?" Swat Hong yang sudah kena
dibakar hatinya itu membentak.
"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang
juga!" Sin Liong berteriak.
"Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu
saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku
pergi berarti aku pergi mengandalkan kepandaian aku sendiri, bukan karena
kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kau keluarkan segala
ilmumu!"
"Bocah sombong, sambutlah ini!"
Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang
memandang redah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu
memiliki kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang,
dia telah mengeluarkan kepandaianya, mengeluarkan jurus yang ampuh dan
mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Wuuuuuttt... sirrr...desss!"
Mula-mula Lo Thong menggerakan tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah
lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan tetapi
tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke
arah pinggang dara itu. Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu
belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu kesaktian
Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang
berbahaya melainkan tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan
menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang mengenai lengan lawan.
LoThong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya
bukanlah langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke
sana-sini dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga-duga lawan.
"Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong
berseru dan diam-diam Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai
sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal dimana letak keampuhannya. Maka dia
lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan
bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari
ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap gerakan tangannya mendatangkan
angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus
menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan. namun, tentu
saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah
mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk membalas
dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya.
Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam
Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam
hatinya bahwa andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian
dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin bersyukur kepada Sin Liong yang tadi
mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan
kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat
betapa wajah pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali
menyaksikan pertandingan yang hebat itu.
Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan
jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat
sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi
sekarang dia berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun
masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan, bahkan
dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya yang
berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh
Swat Hong adalah ilmu silat tangan kosong Jit-cap-ji-seng (Tujuh Puluh Dua
Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurus-jurus ampuh. Sebagai bekas
penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini,
bahkan ilmu silatnya sediri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi
setelah dua puluh tahun lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu
dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah
murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong. Pula, Lo Thong dahulu
belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan
penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan
oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup
yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia
menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat
marah besar. Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya
meringankan tubuh.
"Aihhh...!"
Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak
lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga saking
cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat
keatas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuhnya sudah
membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah melancarkan serangan dengan
jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang
paling ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir
sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi
tubuh meluncur turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah bergerak
mencengkram kearah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu!
"Hayaaa...!" kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa
dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan
ancaman maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri
kebelakang sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk
berguling di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakainnya kotor terkena
debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri dari serangan jurus
Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat dara itu sudah
meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah
menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Haiiiiiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan
tenaga sinkangnya.
"Sumoi, jangan....!"
Sin Liong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya itu
menggunakan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan
sinkang paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa menguasai
tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas salju, tanpa
pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginya menyusup tulang! Dan sebagai
puteri Raja Han Ti Ong, tentu saja Swat Hong telah menguasai sinkang itu yang
kini dipergunakan untuk menyerang selagi lawan terdesak.
"Ciaaaattt...!!"
Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa serangan itu
dengan dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinkang bertemu tanpa kedua pasang
telapak tangan itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan
dari ujung bibirnya mengucur darah!
Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa penasaran itu melompat ke
depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya dengan
sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat
tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek!
Ketua Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh
itu dan tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan
tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw Kong Ek yang lihai telah
menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya
lega kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah
menyerang dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkram tubuh
gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak nyangka bahwa tubuh lawan akan
secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan
bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi!
Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong
telah berada di dekat sumoinya. dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya
dan dengan tangan kanan dia menyampok ke atas dan kedua tangan Lo Thong
tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan cepat dia meloncat
ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga
pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di
dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh
coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun dari kursinya dan
melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong
menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong
mencegah sumoinya.
"Tidak, aku akan menghadapi sendiri!"
Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata,
"Ouw-tocu, benarkah Tocu menantang sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat
baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan
cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang
seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan
yang sepatutnya menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu, cukup gagah biarlah aku
menerima tantanganmu tadi. mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku
kalah, terserah kepada Tocu. kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu
pengobatan, Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman.
Bagaimana?"
"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak
takut!" Swat Hong berteriak-teriak.
Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah.
Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih
kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak-anak dan perempuan lagi! Tentu saja
akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak perempuan
kecil!
"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong,"
katanya.
Sin Liong menoleh kepada sumoinya. "Nah, kau dengar. Yang
ditantang adalah aku, bukan kau, Sumoi. Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi
lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk
melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga."
Ouw Kong Ek dan Sin Liong sudah saling berhadapan dan keduanya saling
pandang tanpa bergerak, seolah-olah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan
dengan pandangan matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga
pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari rasa takut maupun kebencian dan
kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar
untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang
sakti. Kelihatannya hanya seperti seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang
sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan menulis huruf indah atau meniup
suling.
"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk
menggunakan kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini, maka
biarlah aku hanya menjaga diri saja."
Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya
memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu
memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya,
hal itu sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya
sudah menerjang ke depan, gerakannya perlahan saja namun didahului sambaran
angin pukulan dari kedua telapak tangannya.
"Wuuuuuttt... wuuuuttt!!" hawa pukulan yang dahsyat dua kali
menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua
tangannya memukul.
Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil
mengelak sampai berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek
itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan berikutnya
tanpa berhenti sedikit pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya
menyambar dahsyat dari segala jurusan! barulah Sin Liong dapat membebaskan diri
dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap
lagi menghadapi serangan berikutnya.
"Bagus!"
Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja
sudah berhasil menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus
Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian dia menerjang lagi, kini dia tidak bergerak
lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak dengan cepatnya, gerakan
yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya.
Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan
hati-hati, mengelak ke sana-sini dan hanya kalau terpaksa dia menggunakan kedua
tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu menangkis,
namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil
menghalau tangan lawan!
Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis
tanpa satu kalipun membalas serangan lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong
Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai
keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas.
"Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi
(sungkan) kepada orang yang hendak memunggut mantu kepadamu?" Swat Hong
berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti
orang mengalah saja.
Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia
selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari silat yang tinggi
sekali tingkatanya, bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah
dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat,
di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan tetapi dia
merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kakek
yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa dengannya itu. Kini mendengar
ejekan Swar Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang. Guncangan ini
memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan,
tangkisannya meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya.
Tubuhnya tergetar hebat dan dia terhuyung ke belakang.
Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda
itu membalas serangannya, mungkin dia akan kalah! maka melihat hasil pukulannya
yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan
pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka dan
kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu
merobohkannya. Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke
belakang itu.
"Wuuut-plak-plak! Wuuu-plak-plak!!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin
Liong yang masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkraman
yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyampoknya! Bahkan
pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali
dan sudah turun lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw
Kong Ek makin penasaran. Cepat dia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat
dengan tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti
kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang
bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagian-bagian berbahaya
dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt...dess!!"
Setelah berhasil mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut
dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan
tenaga inti salju. Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya,
rasa dingin yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya
beberapa kali dan rasa dingin sudah terusir. Dia memandang lawannya dengan mata
terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan
tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik kearah Sin Liong.
Sin Liong terkejut sekali. dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan
main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke
atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!" tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas
lantai dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun
dengan agak pening. Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat,
serangan maut yang akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda
itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua
telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang
terbanting keras!
"Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara penuh
penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal yang sama sekali tidak
disukainya
"Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek
itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang gerakanya cepat sekali, akan tetapi
juga aneh.
Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan
alis berkerut. Dia merasa heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek
itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa
begitu aneh dan sama sekali tidak dikenalnya? Memang tidak mengherankan hal ini
terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang
bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi
ilmu silat ciptaan nenek moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak
tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga menyembur uap hitam
yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang ahli
pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu,
maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap hitam menyambar. Sementara
itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan
dengan ilmu mujijat yang didapatnya dari kitab, yaitu mengenal rahasia inti
gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang
dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong
berteriak lagi.
Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena
merasa dipandang rendah dan dipermainkan, membentak,
"Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga
tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya
yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah
oleh kakek itu dan dianggap takut oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan
kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala
dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu,
tidak ada pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati
karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu kaki
tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari mulut
para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah
payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya
terguling.
"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini ?" Kakek
yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu
meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh
keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan
ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar
sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu
menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan
serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru
dari Tocu sendiri...."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia
melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu.
"Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap
Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan
dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar
yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin
Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan
memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi
(Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap
suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun
yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan
Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan
aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang
racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau
hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu ." Sambil berkata demikian, Soan
Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong
penuh kekaguman.
0 komentar:
Posting Komentar